Pagi yang cerah melewati
cela-cela jendela kamarku, membangunkanku dari tidurku yang begitu nyenyak.
Tetapi semua itu tidak berlaku untuk Tia, gadis cantik yang baru berumur
14tahun dan begitu cerdas itu tidak dapat merasakan nyenyaknya tidur dikala
malam dingin. Baginya, malam hanyalah sebuah hiasan bersama
bintang-bintang dilangit, dan Pagi
hanyalah penyambut terbitnya matahari. Bahkan bagaikan dialah yang selalu lebih
dahulu menyambut matahari sebelum hari menjelang pagi.
Digelapnya pagi, yang bahkan
matahari pun belum terbit dan dia harus bergegas pergi kesebuah suplliyer Koran
untuk mengantarkannya kesetiap komplek perumahan dekat rumahnya. Hanya itulah
yang bisa dilakukan Tia untuk membantu ibunya. Setelah dua tahun ayahnya
meninggalkan mereka, Tia harus membantu ibunya dan merelakan untuk meninggalkan
sekolahnya karena keterbatasan biaya. Tia bukan lah anak yang mudah putus asa,
dia tetap belajar tanpa ada rasa menyerah.
Setelah pagi yang lelah menjelang
siang, Tia tak kunjung istirahat melaikan dia mengunjungi sebuah sekolah swasta
dan mengikuti proses belajar mereka. Walaupun Tia tidak duduk bersama anak-anak
lain didalam kelas, Tia hanya berdiri dari luar kelas melihat melalui jendela
kelas paling belakang. Tia memang diijinkan melihat-lihat disekolah itu karena
ibunya salah satu penjaga dan perawat sekolah itu. Tia tinggal disekolah itu
bersama ibunya, diruangan yang begitu kecil dan sangat kumuh yang mereka tempati.
Tak jarang Tia diejek oleh murid sekolah itu, namun Tia hanya senyum
menanggapinya.
Malam hampir tiba, tetapi Tia malah
mengunjungi sebuah toko rongsokan yang menjual buku-buku bekas, ya baginya itu
adalah gudang ilmunya. Dia hanya belajar dari buku-buku bekas yang dia beli
dengan harga yang cukup murah, dan penjelasan kecil dari guru-guru sekolah yang
dia dengar tadi siang.
Aku
begitu kagum melihat usaha seorang gadis kecil yang tak pernah menyerah, aku
lebih sering mengamati kegiatan keseharian Tia. Kadang aku pun kurang bersyukur
dengan apa yang diberikan Tuhan padaku, Keluarga yang utuh, hidup dengan
kecukupan, dan sekolah yang cukup biaya.
Suatu hari aku mengikuti kegiatan
Tia, aku menunggunya diam-diam di tempat suplliyer Koran yang biasa dia
kunjungi setiap pagi, aku mengamatinya hingga dia selesai mengantarkan
Koran-koran itu kesetiap komplek perumahan terdekat. Aku juga mengikutinya
kesebuah sekolah yang begitu sederhana, tempanya mencari ilmu. Hingga malam
hari tiba dia pergi ketoko rongsokan. Sehubung dengan libur sekolahku, aku
mencari kegiatan untuk mengamati keseharian Tia. Sudah hampir tiga hari aku
mengamatinya, mungkin dia merasakan juga diamati oleh seseorang, Tia mulai
merasa risih dengan keberadaanku. Menjelang malam aku menunggunya di toko
rongsokan itu tapi dia tidak kunjung datang, hingga pukul 19.00 dia tidak
muncul juga. Akhirnya aku memutuskan untuk pulang kerumah, ternyata Tia
mengamatiku dan menegurku dari belakang.
“Hai kak, maaf kaka siapa? Mengapa
mengikutiku beberapa hari ini?”
“Kkkokk, kamu tau?” Jawabku dengan
gugup.
“Iya aku melihat kaka selalu ada
setiap aku berada, ada sesuatu kak?”
“Ti..ti..dak ada apa-apa dek.”
Jawabku terbata-bata.
“Kakak siapa?” Tanya Tia dan
memandangku.
“Aku bebi, maaf aku mengikutimu. Aku
hanya ingin tahu keseharianmu saja, banyak orang yang membicarakan dirimu.”
Jawabku.
“Jangan peduli apa yang orang
katakan kak, mereka tidak tahu apa-apa tentag diriku.”
Aku terdiam seketika mendengar
jawaban yang dilontarkannya padaku.
“Bolehkah kita berteman?” Tanyaku
dengan memberika senyum padanya.
“Kakak mau berteman denganku? Aku
itu hanya orang miskin kak. Tak punya apa-apa.” Jawabnya dengan muka sedih.
Aku
hanya tersenyum padanya.
“Bolehkah aku mengunjungi rumahmu
Tia?.”
“Bagaimana kakak tahu namaku? Kakak
sungguh misterius ya.” Jawabnya sambil tersenyum.
Dan
kami langsung bergegas pergi menuju Rumah Tia.
Setelah sampai dirumahnya, aku
melihat tumpukan buku-buku bekas yang sangat banyak sekali, dan seorang ibu tua
yang sedang berbaring disebuah tikar tipis diatas lantai yang dingin.
“Maaf ya kak rumahku jelek. Hehe.”
Ujarnya sambil tertawa.
“Oh iya aku ingin bertanya sesuatu
padamu dan meceritakan niatku mengamatimu selama ini.” Ucapku pada Tia.
Aku menceritakan niatku mengamati
kesehariannya. Tia juga menceritakan kisahnya yang begitu kelam, Aku melihat
buku-buku bekas yang tergeletak dilantai berisi dengan soal-soal yang sudah
dipenuhi jawaban. Yang kulihat jawaban itu hampir semua benar, awalnya aku kira
jawaban itu memang sudah tertera dari awal dia beli di toko rongsok itu, tetapi
ternya itu adalah jawaban yang dituliskan Tia dari hasil belajarnya selama ini.
Tia memiliki cita-cita yang sangan mulia, yaitu menjadi seorang guru dan
membangun sekolah bagi anak yang kurang mampu. Aku sangat kagum dengan
kegigihannya dalam belajar untuk mencapai cita-cita mulianya. Hingga aku
memutuskan untuk membantunya untuk melanjutkan sekolah. Malam mulai larut aku
langsung bergegas untuk kembali kerumah.
Beberapa hari kemudian, aku membaca
sebuah beasiswa sekolah yang disponsori oleh sebuah produk makanan. Aku
langsung saja teringat dengan Tia, Iya gadis cantik dan cerdas itu mungkin
pantas mendapatkanya. Aku mengajukan beasiswa tersebut untuk Tia, dan memberi
tahukan hal tersebut kepadanya. Begitu senang Tia mendengarnya, hingga dia
tersenyum selepas mungkin.
Beberapa
hari sudah pengajuan itu diproses, setelahku tahu dari salah satu panitia itu
ada seseorang yang aku kenal, dia adalah Tanteku, adik dari ibuku. Dia
membantuku untuk mempermudah Tia mendapatkan beasiswa itu. Hingga tiba waktunya
Tia dites untuk mendapatkan beasiswa itu.
“Kak, apakan kamu yakin aku bisa?”
Tanyanya padaku.
“Percaya pada diri kamu sendiri,
jangan pernah peduli apa kata orang lain.” Jawabku dan melemparkan senyum
padanya.
Dia pun melaksanakan tes tersebut
hingga selesai. Beberapa hari kemudian aku pun melihat hasil tes Tia, dan
sungguh luar biasa. Hasil yang sangat menakjubkan dan aku begitu senang
mendengarnya. Tia lulus dan memilih sekolah yang dia inginkan. Betapa
bahagianya Tia bisa kembali besekolah, dan berjuang untuk menggapai cita-cita
mulianya itu.
Sekarang
Tia bisa sekolah kembali dengan sekolah yang layak, Ibu Tia pun sekarang
mempunyai warung sendiri untuk kehidupan mereka. Dengan uang saku yang cukup
yang telah diberikan pihak tersebut, Tia tidak perlu lagi menjadi loper Koran,
Tia memang harus bangun pagi-pagi tapi bukan untuk menyambut matahari lebih
dahulu, melainkan mengawali harinya dengan mencari ilmu disekolah baru. Tia
menjadi salah satu anak yang cerdas disekolah, Dia tidak pernah memperdulikan
pendapat orang lain tentangnya. Yang pasti dia menjadi dirinya sendiri,
Begitulah hasil upaya kesabarannya selama ini. Dan hasil dari usahanya yang diberikan
Tuhan untuknya, Hingga Tia bisa mewujudkan cita-citanya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar