Rabu, 12 November 2014

Bahagia Itu Sederhana

Indahnya matahari pagi bagaikan jadi penerang hari-harinya. Seorang gadis cantik sebut saja namanya Salsabila, yang akrab dipanggil temannya salsa. Gadis lucu, baik hati, yang selalu memancarkan senyum diwajahnya. Bagaikan Bahagia dihidupnya tiada habisnya. Bagai mana tidak, Dia hidup dengan keluarga yang begitu bahagia, seorang anak tunggal.Yang memiliki orang tua begitu menyayanginya, dan teman-teman yang selalu melukiskan senyum diwajahnya.
Salsa, ia adalah siswi kelas 8 disebuah Sekolah Negeri diJakarta barat. Dia teman dekatku dulu, aku kenal sekali denganya. Anak yang cantik, cerdas, baik, hampir beberapa kaka kelasku mengagumi dia, Karena kecantikan dan keramahannya. Tetapi dia berubah setelah Pertikaian kedua orang tuanya dimulai. Setiap hari aku mendengar dia bercerita dan menangis dihadapanku. Betapa tak teganya diriku, melihat tetesan air mata yang jatuh kepipinya. Sering kali aku mengajaknya jalan-jalan, untuk sekedar menghibur dirinya, menghilangkan sedihnya. Aku yakin Salsa adalah gadis kuat yang siap menjalani ujian hidupnya. Tetapi, Perceraian pun berlangsung dan membuat kehidupan Salsa berubah. Dia selalu beranggapan tak ada orang didunia ini yang mencintai dan menyayanginya dengan tulus. Aku mengerti yang dimaksud Salsa, ya dia hanya seorang siswi smp yang cara berpikirnya masih kekanak-kanakan. Sering kali aku menasihatinya, tetapi Salsa selalu membantah. Kini menjadi anak yang begitu garang. Sejak kejadian itu, sering kali ibunya menelponku menanyakan keberadaannya. Terkadang aku berbohong kepada ibunya bahwa Salsa ada bersamaku, kenyataannya aku tidak tahu dimana dia. Salsa sering keluar rumah tanpa mengenal waktu, tanpa izin dari ibunya. Dia menjadi nakal, bermain dengan dunia malam. Aku terkadang tak mengerti apa yang dia lakukan diluar sana, mengelilingi malam yang gelap, bersama dengan teman-teman malamnya yang sangat terkenal dengan kenakalan mereka. Aku tahu Salsa anak yang baik, dia hanya berusaha mencari hiburan dikelam hidupnya dirumah. Baginya hidupnya itu sudah tak berwarna lagi. Ibunya yang sibuk bekerja untuk menghidupinya, tak ada waktu untuk menemani Salsa.
Kadang, aku rindu dengan senyuman yang selalu terukir diwajahnya. Yang sekarang selalu tergambarkan dengan muka lesu, murung, karena sering kali dia begadang dan tertidur disekolah. Aku memang merindukan Salsa yang dahulu. Kemudian sepulang sekolah aku mencoba menyapanya.
            “Hai sa, kamu kemana saja? Sekarang  kamu bolos terus.”
            “Apaan sih! Engga usah Tanya gue kemana. Emang masih ada yang perduli sama gue?”
            “Kok kamu ngomongnya begitu sa? Kamu kenapa! Cerita sama aku sa..?”
“Udahlah engga ada yang perlu diceritain!”. Salsa berlari menuju pintu gerbang sekolah dan meinggalkanku.
            “Saa…. Aku belum selesai!”. Aku berteriak dan berusaha mengejarnya.
Ternyata tak jauh dari pintu gerbang, ada seorang gadis yang berpakaian sangat kusut menjemput Salsa. Aku mengenal gadis itu, dia salah satu anak nakal yang terkenal disekolahku. Dia kakak kelasku dulu, yang dikeluarkan dari sekolah karena ulah nakalnya.

            “Salsa bersamanya? Apa yang mereka lakukan? Kemana mereka pergi?”
Aku bertanya-tanya dalam pikiranku. Hingga matahari hampir terbenam, Ibu Salsa menelponku dan menanyakan keberadaan salsa saat ini.
            “Assalamualaikum Rahma..”
            “Wa’alaikumsalam bu..”
            “Rahma, apakah kamu bersama Salsa?”
            “Tidak bu, memang Salsa belum pulang juga bu..?”
            “Salsa belum pulang ma, ini sudah mulai malam, ibu khawatir. Kamu tahu dimana dia?”
Aku tidak tahu harus menjawab apa, aku melihatnya pergi bersama gadis nakal itu. Apa yang harus aku katakan kepada Ibu Salsa? Aku tak tahu harus mengatakan apa. Hingga akhirnya aku harus membohongi Ibu Salsa dengan rasa bersalah.
            “Kayaknya tadi Salsa bilang mau belajar kelompok deh bu, mungkin sedikit lagi dia pulang bu. Soalnya tugas kita lagi banyak banget bu..”
Jawabku agar tidak membuat Ibu Salsa khawatir dan agar menutupi perilaku nakal Salsa.
            “Hmm.. begitu ya Rahma, yaudah terima kasih ya. Assalamualaikum…”
            “Wa’alaikumsalam…”
Ibu salsa menutup telponya. Aku terus bertanya-tanya tentang keberadaan Salsa saat itu. Hingga aku sadar hampir pukul 10 malam aku memikirkannya. Tetapi, aku harus bergegas tidur karena besok aku harus sekolah.
Sinar matahari yang masuk melalui jendela kamarku membangunkanku dari tidurku. Dan ternyata sudah pukul 6 pagi. Aku bergegas mandi, solat dan pergi kesekolah. Setelah aku sampai disekolah, aku menunggu Salsa. Tetapi dia tak kunjung datang, hingga bel pun berbunyi masih saja dia belum datang. Aku sempat bertanya-tanya dimana dia.
Setelah beberapa menit kemudian Salsa datang, ternyata dia terlambat. Aku ingin tahu kemana dia kemarin hingga dia terlambat masuk hari ini. Aku mendekati kursinya yang berada tak jauh denganku.
            “Sa… kamu kenapa? Kok datengnya telat?”
“iya, semalam gue pulang jam 11. Gue ngantuk banget nih, tadinya gamau sekolah tapi dimarahin sama ibu.”
“Kamu dari mana aja sa? Kamu berubah akhir-akhir ini sa, kamu kenapa sih!”
“Nanti deh gue ceritain, lu ikut gue pulang sekolah ya!” sambil melemparkan senyum padaku.
            Hingga bel pulang pun berbunyi, aku pergi kesuatu tempat makan, yang sering kami kunjungi dulu. Salsa bercerita banyak tentang keluarganya,alasan mengapa dia berubah. Mengapa dia sering bolos sekolah dan pulang malam. Dia merasa ibunya tidak memperdulikannya, karena ibunya terlalu sibuk dengan pekerjaannya. Dia mencari dunia baru dengan teman-teman nakalnya, dia menceritakan teman-teman barunya padaku. Dia sering pergi malam, nongkrong, dan berhura-hura menghabiskan uang untuk sesuatu yang tidak berguna.Setelah Salsa menceritakan semuanya, kami pun bergegas pulang karena hari mulai sore. Hari ini dia langsung pulang kerumahnya.
            Keesokan harinya Salsa tidak masuk sekolah, aku tak tahu kemana dia. Aku sudah coba meneleponnya tapi tidak diangkat. Hingga satu minggu lebih Salsa bolos sekolah tanpa alasan yang jelas. Sering kali guru menanyakan keberadaannya padaku, tetapi aku selalu jawab tak tahu. Hingga guru BK ku menitipkan surat kepadaku untuk Ibu Salsa. Malam hari aku pergi kerumah Salsa untuk menitipkan surat yang diberikan guruku tadi. Setelah sampai, Salsa tidak ada dirumah. Ibunya bilang akhir-akhir ini Salsa pergi malam hari dan pulang siang hari. Hampir setiap hari Ibunya menegurnya tetapi dia malah berbalik memarahi Ibunya.
            Keesokan harinya, Ibu Salsa datang kesekolah bersama Salsa. Mereka menuju keruang BK, aku hanya mengamati mereka dari kejauhan. Beberapa menit kemudian, mereka keluar ruangan. Aku melihat wajah Ibu Salsa dengan wajah kecewa dan Salsa menampakan wajah kesal. Hingga keesokan harinya aku mendapatkan kabar bahwa Ibu Salsa masuk rumah sakit. Dengan kagetnya diriku, sepulang sekolah aku langsung menuju Rumah sakit. Aku liat dari kaca pintu kamar itu, ternyata Ibu Salsa berbaring lemah tak berdaya. Salsa yang duduk sambil menangis, melihatku dan langsung memelukku.
            “Kamu kenapa sa..? kok nangis?”
Salsa tak juga menjawab, dia terus menangis. Dan aku membawanya keluar dari Rumah sakit itu, menuju tempat makan yang biasa kami kunjungi.
            “Udah sa berhenti nangisnya, malu loh banyak yang liatin. Kamu kenapa? Cerita sama aku sa”
            “Aku menyesal ma, semua salahku, semua salahku!!!” dia meneteskan air mata.
            “Kamu salah apa sa? Kamu engga salah kok!”
            “Andaikan aku engga nakal, engga sering keluar malam. Ibu engga akan kaya gini ma!”
            “Engga ada yang perlu disesalin sa, perbaikin aja semuanya. Ini belum berakhir, kamu bisa  perbaiki semuanya”
Aku memandang Salsa dan melemparkan senyum padanya. Salsa mulai tersenyum.
            “iya ma, makasih ya. Kamu selalu ada untukku, kamu teman terbaikku ma”
            “Memang itu gunanya teman kan sa..”
Salsapun tersenyum. Kamipun kembali kerumah sakit untuk menemui Ibu Salsa.

            Kami masuk kekamar itu, dan Ibu Salsa sudah sadar. Salsa pun langsung berlari menuju Ibunya dan menangis.
            “Bu, maafin Salsa.Ibu kenapa…”. Salsa menangis seolah tak perduli dimana dia menangis.
“Ibu engga apa-apa sa, Ibu tahu Ibu juga salah. Ibu engga pernah ada waktu untuk Salsa,maafin ibu juga ya sa. Ibu sayang sekali sama Salsa”. Ibunya memeluk Salsa.
“Salsa janji akan berubah seperti dulu bu, Salsa engga akan kecewain dan buat ibu nangis lagi. Apa lagi sampe ibu sakit gini, Salsa engga punya siapa-siapa lagi bu”. Salsa menangis
“Ibu percaya sama Salsa”. Ibunya pun tersenyum.
Aku pun terharu melihat mereka, aku ikut meneteskan air mata.
Beberapa hari kemudian ibu salsa pun sudah diizinkan pulang oleh dokter. Salsa kembali bersekolah dan menjadi Salsa yang seperti dulu ku kenal. Hingga kapanpun dia akan terus menjadi teman terbaikku, apapun yang terjadi padanya. Salsa hidup bahagia walau hanya tinggal dengan ibunya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar